Dismenore, Part 1

TINJAUAN PUSTAKA

oleh : Andika Okparasta, FK Unsri 2003

II.1 Dismenorea

II.1.1 Pengertian Dismenorea

Dismenorea didefinisikan sebagai nyeri haid yang sedemikian hebatnya sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari.12

Dismenorea dibagi menjadi dua berdasarkan ada-tidaknya kelainan ginekologis, yaitu:

  1. Dismenorea primer (esensial, intrinsik, idiopatik), yaitu dismenorea yang terjadi tanpa disertai adanya kelainan ginekologis.
  2. Dismenorea sekunder (ekstrinsik, aquaired), yaitu dismenorea yang berkaitan dengan kelainan ginekologis, baik kelainan anatomi maupun proses patologis pada pelvis.

Namun, pembagian di atas tidak seberapa tajam batasannya karena dismenorea yang pada mulanya didiagnosa sebagai dismenorea primer, kadang-kadang memperlihatkan kelainan ginekologis setelah diteliti lebih lanjut sehingga menjadi dismenorea sekunder.
Dismenorea primer timbul sejak menarche, biasanya pada tahun pertama atau kedua haid. Biasanya terjadi pada usia antara 15-25 tahun dan kemudian hilang pada usia akhir 20-an atau awal 30-an. Nyeri biasanya terjadi beberapa jam sebelum atau setelah periode menstruasi dan dapat berlanjut hingga 48-72 jam. Nyeri diuraikan sebagai mirip-kejang, spasmodik, terlokalisasi pada perut bagian bawah (area suprapubik) dan dapat menjalar ke paha dan pinggang bawah. Dapat disertai dengan mual, muntah, diare, nyeri kepala, nyeri pinggang bawah, iritabilitas, rasa lelah dan sebagainya.

Dismenorea sekunder biasanya terjadi beberapa tahun setelah menarche, dapat juga dimulai setelah usia 25 tahun. Nyeri dimulai sejak 1-2 minggu sebelum menstruasi dan terus berlangsung hingga beberapa hari setelah menstruasi. Pada dismenorea sekunder dijumpai kelainan ginekologis seperti endometriosis, adenomiosis, kista ovarium, mioma uteri, radang pelvis dan lain-lain. Dapat pula disertai dengan dispareuni, kemandulan, dan perdarahan yang abnormal.

Ditinjau dari berat-ringannya rasa nyeri, dismenorea dibagi menjadi:

  1. Dismenorea ringan, yaitu dismenorea dengan rasa nyeri yang berlangsung beberapa saat sehingga perlu istirahat sejenak untuk menghilangkan nyeri, tanpa disertai pemakaian obat.
  2. Dismenorea sedang, yaitu dismenorea yang memerlukan obat untuk menghilangkan rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan aktivitas sehari-hari.
  3. Dismenorea berat, yaitu dismenorea yang memerlukan istirahat sedemikian lama dengan akibat meninggalkan aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih.

II.1.2 Patofisiologi Dismenorea

Patofisiologi terjadinya dismenorea hingga kini masih belum jelas. Beberapa faktor diduga berperan dalam timbulnya dismenorea primer yaitu:

1. Faktor psikis dan konstitusi
Pada wanita yang secara emosional tidak stabil, dismenorea primer mudah terjadi. Faktor konstitusi erat kaitannya dengan faktor psikis, faktor ini dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Seringkali segera setelah perkawinan dismenorea hilang, dan jarang sekali dismenorea menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan) membawa perubahan fisiologis pada genitalia maupun perubahan psikis. Disamping itu, psikoterapi terkadang mampu menghilangkan dismenorea primer.

2. Faktor obstruksi canalis cervicalis
Dismenorea sering terjadi pada wanita yang memiliki uterus posisi hiperantefleksi dengan stenosis pada canalis servicalis. Namun, hal ini tidak dianggap sebagai faktor yang penting dalam terjadinya dismenorea sebab banyak wanita yang mengalami dismenorea tanpa adanya stenosis canalis cervicalis ataupun uterus hiperantefleksi.

3. Faktor alergi

Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya hubungan antara dismenorea dengan urtikaria, migrain atau asma bronkiale.

4. Faktor neurologis
Uterus dipersyarafi oleh sistem syaraf otonom yang terdiri dari syaraf simpatis dan parasimpatis. Jeffcoate mengemukakan bahwa dismenorea ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian sistem syaraf otonom terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh syaraf simpatis sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik.

5. Vasopresin
Kadar vasopresin pada wanita dengan dismenorea primer sangat tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa dismenorea. Pemberian vasopresin pada saat menstruasi menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada uterus, dan menimbulkan nyeri. Namun, hingga kini peranan pasti vasopresin dalam mekanisme terjadinya dismenorea masih belum jelas.

6. Prostaglandin
Penelitian pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa prostaglandin memegang peranan penting dalam terjadinya dismenorea. Prostaglandin yang berperan disini yaitu prostaglandin E2 (PGE2) dan F2α (PGF2α). Pelepasan prostaglandin diinduksi oleh adanya lisis endometrium dan rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim.

Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut syaraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain dismenorea timbul pula diare, mual, dan muntah.

7. Faktor hormonal
Umumnya kejang yang terjadi pada dismenorea primer dianggap terjadi akibat kontraksi uterus yang berlebihan. Dalam penelitian Novak dan Reynolds terhadap uterus kelinci didapatkan kesimpulan bahwa hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus, sedang hormon progesteron menghambatnya. Tetapi teori ini tidak menerangkan mengapa dismenorea tidak terjadi pada perdarahan disfungsi anovulatoar, yang biasanya disertai tingginya kadar estrogen tanpa adanya progesteron.

Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2α dalam jumlah banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam archidonat. Peningkatan prostaglandin pada endometrium yang mengikuti turunnya kadar progesteron pada fase luteal akhir menyebabkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus.

8. Leukotren
Helsa (1992), mengemukakan bahwa leukotren meningkatkan sensitivitas serabut nyeri pada uterus. Leukotren dalam jumlah besar ditemukan dalam uterus wanita dengan dismenorea primer yang tidak memberi respon terhadap pemberian antagonis prostaglandin.

Sama seperti dismenorea primer, penyebab dismenorea sekunder juga belum diketahui dengan pasti. Dismenorea sekunder diduga disebabkan oleh peningkatan prostaglandin yang merupakan mediator dalam reaksi radang yang jumlahnya akan tinggi pada keadaan adanya penyakit radang panggul seperti endometriosis, fibromioma, serta kelainan ginekologis lainnya. Namun, pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid dan kontrasepsi oral untuk mengatasi dismenorea sekunder kurang memberi respon yang memuaskan.

14 Responses to Dismenore, Part 1

  1. […] Obat Anti-inflamasi Nonsteroid, Part 1 Lanjutan dari Dismenore, Part 1 […]

  2. july berkata:

    nyeri haid posisi nyeri di pinggang

  3. alma berkata:

    aku sering sakit kalo haid seperti dismenorea sekunder

    ada saran gag yachh

    gimana cara mengatasix mohon saranx

    thankzz

  4. alma berkata:

    aku sering sakit kalo haid seperti dismenorea primer

    ada saran gag yachh

    gimana cara mengatasix mohon saranx

    thankzz

    • catur wida berkata:

      udah tau belum girlz manfaat vitamin E untuk mengatasi dismenore? boleh dicoba,, dari Journal obstetri dan ginekologi terapi vitamin E 200 unit, 2 kali sehari selama 5 hari (dimulai 2 hari sebelum periode haid sampai hari ke 3 siklus haid.. ini terbukti efektif dan efek samping sangat minim bahkan tidak terlihat..

  5. alma berkata:

    iang sekunder to salahh

  6. alma berkata:

    iang sekunder to salah tp iang primer

  7. latansa berkata:

    da artikel tentang “pengetahuan remaja indonesia tentang desminore” ga?

  8. maf berkata:

    bleh g mnum analgesik saat haid > dr 3 hari?mksih..

  9. vj berkata:

    ya srng skit skit ne

  10. gendis ^_^ berkata:

    part 2 nya manaa???penting buat bahan tutorial!referansi nya deh kalo ngga,,thanks,,:)

  11. yan berkata:

    tlong dbhaslbh lgkp di derajat nya

  12. nisya berkata:

    bisa jelaskan ga kenapa stres,makanan/status gizi dan alergi bisa menyebabkan dismenore

  13. Jabon berkata:

    jabon

    jabon

    jabon

    jabon

    ok salam kenal aaja ya .. 🙂

Tinggalkan komentar